Pernah dengar pepatah yang mengatakan perihal tak kenal maka tak sayang? Kali ini Jaehyun ingin tertawa sarkas saat mengingatnya. Faktanya itu hanya alasan klasik bagi mereka-mereka yang ingin meraup untung.

Jaehyun belum pernah mengenalnya, belum juga bertemu, apalagi bersua. Namun Jaehyun tahu, hatinya sudah tertawan. Jaehyun sudah mencintainya tanpa syarat.

Euphoria seperti ini tentu bukan sekali dua kali ia alami, namun tetap saja, hadirnya mendatangkan setitik kehangatan di dalam hatinya. Ia bisa merasakan sebesar apa cinta yang ia limpahkan pada sosok yang masih bersemayam dengan nyaman dan berbagi nadi dengan kekasihnya, Taeyong.

“Kalau mau dipertahankan, sepertinya cukup sulit, Pak. Mengingat tulang panggul pasien juga turut retak,” ujar dokter yang menangani Taeyong.

Jaehyun masih tenggelam dalam angan rumit. Ia benar-benar berada di posisi sulit, dan agaknya ia membutuhkan seseorang untuk membuatnya berpikir jernih. Ia membutuhkan partner diskusi.

“Boleh kasih saya waktu, dok?”

Sosok berwibawa yang nampaknya sedari tadi memberi tatapan prihatin pada Jaehyun mengulas senyum getir maklum, “it's okay. Saya tunggu sampai besok pukul sepuluh pagi.”

Bersamaan dengan Jaehyun yang pamit undur diri dan kakinya melangkah pelan di lorong rumah sakit, angannya masih terbang jauh. Pada kenyataan bahwa anak bungsunya marah, Taeyong di ambang kematian, dan ia yang rasa-rasanya tak berguna.

Jaehyun lelah.

Bapak tiga anak tersebut mungkin terlihat tangguh dan dapat diandalkan, namun orang-orang terkadang lupa bahwa ia juga manusia. Tak luput ia punya rasa egois dan ingin memilih segalanya. Hanya saja, mungkin saat ini Tuhan ingin menegurnya dengan ujian yang datang bergantian tak tau malu.