Pukul satu dini hari kala Taeyong menunggu sosok Jaehyun di pesisir pantai. Ia tahu, harusnya tak usah ditunggu. Namun ia takut dinilai tak sopan. Lagipula, kalau bosnya kesini, ia jadi tak menderita sendirian.

Dipeluknya ala kupu-kupu tubuh berbalut jaket hitam hadiah dari salah satu teman lamanya, matanya masih mengarah pada lentera nelayan yang mengedip. Melihat suasana laut di waktu seperti ini membuatnya jadi ingin merenung, tapi ia takut terbawa suasana dan jadi overthinking.

Tepat saat nelayan yang berjanji akan membawakannya kerang tadi berteriak bahwa ia akan berlayar kembali ke pesisir, mobil Jaehyun sudah diparkir cantik di parkiran pasar. Bagaimana ia bisa tahu? Ini bukan jam operasional pasar. Bahkan hanya ada beberapa kios yang memang 24 jam beroperasi. Maka Taeyong sangat beruntung menemui nelayan yang baru akan berlayar, sehingga ia bisa menitipkan pesanan bontot dari bosnya itu.

“Kamu ngga ngantuk?”

Nah, itu Jaehyun, datang dengan gaya petentang-petenteng. Memakai celana pendek selutut, pula.

“Ngantuk, sih, Bos. Tapi kan telanjur begadang, jadi cuma kerasa ngga enak aja badannya,” sahut Taeyong setelah mempersilakan Jaehyun duduk di bangku sebelahnya.

“Maaf, ya? Asa itu emang gampang rewel, suka ngerepotin. Tapi saya harap kamu bisa perlahan lunak sama dia. Dia itu, anaknya mudah disayang, kok. Maaf kamu harus sabar, jadinya,” dilihat dari dekat seperti ini, Taeyong baru menyadari bahwa Jaehyun punya bulu mata yang indah.

“Eh, anu, santai aja Bos. Kan emang masih anak-anak, ya wajar kalau sikapnya begitu. Apalagi saya kan orang baru, Bos,”

Jaehyun itu, kalau natap orang lain kenapa bikin salting, sih? Batin Taeyong berjengit.

“Sebenernya, saya kadang juga risih sama sikap paranoidnya Asa. Dari dulu saya punya PA selalu ngga cocok di mata dia. Dadanya kebesaran lah, bajunya ngga sopan lah, mukanya menor lah, pokonya adaaa aja. Tapi emang beberapa tuh juga main kasar ke anak-anak, kalau saya ngga liat. Makanya ketemu kamu itu saya anggap berkah. Makasih, ya, Taeyong,”

Jaehyun yang ada di bingkai mata Taeyong kali ini sangat berbeda dari Jaehyun yang ia temui setiap hari, yang suka memerintah kesana-kemari. Jaehyun yang ini adalah sosok ayah yang hangat bagi anak-anaknya, yang mau melakukan apapun asal anak-anaknya senang dan bahagia.

Ehm, maaf, Bos. Saya juga hanya berusaha bekerja sebaik mungkin. Kalau boleh jujur, menghadapi Asa memang yang paling sulit, tapi saya tau kalau dia itu sebenernya baik,” manik bulatnya memancarkan cahaya remang bulan, apa Jaehyun sudah pernah bilang bahwa asistennya itu cantik?

“Asa itu, takut kalau saya bakal lupain maminya. Padahal, kalaupun saya menemukan orang lain yang emang jodoh, dia bakal tetep punya tempat sendiri di hati saya. Bukan hanya akan jadi kenangan, tapi jadi destinasi yang pernah saya kunjungi untuk pulang dan beristirahat, sebelum berlabuh untuk ketemu jodoh saya,”

Penjelasan Jaehyun jadi membuat Taeyong berpikir keras, sebenarnya mereka ini cerai atau bagaimana?

Pertanyaan dalam kepala tersebut disambut tawa oleh sang empu, “Hahaha, maaf ya, kamu jadi bingung? Saya kaget, sih, pas tau kalau kamu ini ngga paham saya duda,” ah, lesung pipit itu lagi. Taeyong 'kan, lemah sama yang manis-manis, kawan.

“Hehe, gapapa Bos. Cuma bingung aja, kenapa berpisah kalau ngga ada masalah?” Taeyong bertanya sembari agak cengengesan.

“Takdir itu ada yang bisa diubah dan ada yang memang harus dijalani aja dengan ikhlas. Saya bisa mengubah takdir saya dengan males-malesan, pasti nanti jatuh miskin. Atau bisa saja saya mengubah takdir saya dulu, kalau saya ambil jurusan musik klasik dan bukan arsi. Tapi problem dengan maminya anak-anak ini masuk ke dalam takdir yang ngga bisa diubah, Taeyong. Tuhan lebih sayang sama dia, jadi kita hanya bisa rela dan ikhlas. Bukan begitu?”

Oh, jadi istrinya meninggal?

“Maaf, Bos. Saya ngga tau. Maaf sekali lagi karena udah lancang,” Taeyong meringis sembari merutuk, bodoh sekali hal sensitif malah ditanyakan!

“Ngga apa-apa, kok. Mengenang mantan istri saya udah bukan jadi hal menyedihkan dalam hidup,” Jaehyun melongokkan kepalanya ke arah Taeyong, “kamu laper, ngga? Saya laper banget abis lembur,” lanjutnya.

“Bos mau makan? Cari kios yang buka aja, Bos. Ini udah mau subuh, pasti ada yang udah buka,”

“Yuk, makan kepiting sama saya,” Jaehyun menarik bagian kepala hoodie Taeyong yang memang tersampir di belakang lehernya, membuat Taeyong terhuyung dan hampir mengumpat di depan mata bosnya.

Taeyong mendesah kecil dalam hati, alamat ngga tidur sampe besok nih.

“Eh, Bos! Kerangnya!”