Hari ini tepat hampir dua minggu anak-anak menunaikan ujian tengah semester. Pagi tadi, ponsel Taeyong sudah ramai berisi pesan dari Asa yang berisi kericuhan mengenai anak itu bangun kesiangan dan kaus kakinya yang katanya hilang sebelah.

Nanny yang tempo hari mengorupsi uang jajan anak-anak akhirnya melangkahkan kaki keluar dari rumah utama Jeong yang bagaikan istana megah itu, hanya tersisa bi Inah dan beberapa pelayan yang tugasnya membantu mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Tampaknya, perpindahan tugas tersebut membuat Asa kalang kabut mencari perlengkapannya sehari-hari. Maka Taeyong harus rela memulai paginya lebih awal dan menghabiskan waktu sarapannya mengurus tuan muda yang manja itu sebelum berangkat ke kantor.

“Kenapa, Yong?”

Irene tiba-tiba menghampirinya yang memang terlihat seperti penderita anemia; lemah, letih, lunglai, lesu, dan lalai.

“Eh, mba Irene,” Taeyong yang tadinya menelungkupkan kepala di atas meja kerjanya mengubah posisi menjadi duduk tegak, “capek aja sih, hahaha,” lanjut Taeyong dengan tawa pura-pura. Mata telanjang juga bisa melihat kalau Taeyong ini selain lelah pasti sedang banyak pikiran.

“Nggak usah dipikirin deh omongan karyawan di bawah mah,” Irene yang duduk di kursi hadapannya menyesap teh dengan anggun, “toh yang ngejalanin kamu, yang tau medan tempurnya juga kamu. Mereka tuh, taunya yang enak aja. Taunya kamu ngegoda si bos, mana paham mereka kalo kamu yang dikejer?”

Irene tergelak setelah mendapati ekspresi Taeyong yang malu-malu dan terkejut, seperti bertanya-tanya 'kok bisa ketahuan?!'

Ya, pagi ini kantor menjadi sedikit 'agak ramai' lantaran salah seorang pegawai mendapati Taeyong turun dari mobil bosnya di trotoar depan perusahaan. Hal itu tentu menimbulkan banyak tanya, mengapa keduanya bisa berangkat bersama di pagi hari bahkan hingga desas-desus tak mengenakkan seperti Taeyong menghabiskan malam dengan bosnya secara cuma-cuma. Mendengarnya membuat Taeyong pusing tujuh keliling.

“Nggak kaget, sih, mbak. Pasti pada bingung kan kenapa si bos malah nggak sama mba Irene,” ujar Taeyong murung.

Lengan Taeyong yang putih bersih digeplak oleh Irene, matanya mendelik tak setuju dengan pernyataan Taeyong barusan. “Kamu tuh cantik, makanya pada iri. PA bos yang sebelum-sebelumnya jelek, sih, jadi pada biasa aja,”

Taeyong yang mendengar penuturan Irene menghela nafas, capek dia tuh. Cobaannya ada-ada saja. Belum lagi sejak beberapa menit yang lalu Jaehyun sedang dalam suasana hati yang buruk, jadilah ia yang disuruh menandatangani berkas-berkas masuk hari ini.

“Aku tuh takut kalo sampe ke anak-anak duluan dibanding kita yang ngabarin gitu mba, mgeri aja bayanginnya.”

“Ini kalian belom ngobrol sama anak-anaknya pak bos?” Bibir Irene membeo bersama dengan alisnya yang menukik tajam, terkejut.

“Rumit, mba. Akunya juga masih maju mundur, takut malah ngerusak hubungan anak-anak sama papinya, gitu.”

Mendengar Taeyong yang mengeluh seperti ini membuat Irene melemparkan simpati penuh, pasti sangat sulit berada di posisi Taeyong. Yang melihat hanya dari sisi luar akan menganggapnya mudah, bagai mendapat rejeki nomplok. Namun bagi Taeyong semuanya bagai pisau bermata dua, salah langkah sekali dan ia akan menerima getahnya sampai nanti.

“Yong, aku kan di sini cuma bisa bantu kasih kamu dukungan. Sebagai orang yang kerja cukup lama sama bos, beliau emang orangnya family man banget. Emang anak-anaknya tuh strata tertinggi bagi dia. Tapi, kamu juga ngga boleh mikir kalo kamu usaha semuanya sendirian, kamu harus inget kalo bos tuh udah terbiasa selama ini jadi orang tua tunggal. Beliau terbiasa ngasih dan belum ngerasain yang namanya dikasih. Ketemu kamu mungkin berkah banget buat beliau, jadi jangan nyerah gitu aja, ya? Kalo kalian emang meant to be ya mau lari ke manapun, mau anak-anaknya ngga setuju pun, tetep bakal ketemu lagi. Mau muter ke seluruh dunia buat cari yang lain yaaa jatohnya kayak hamster yang lagi main di roda putarnya, balik lagi ntar,” Irene menepuk pundak Taeyong hangat, membuat Taeyong berkaca-kaca dan ingin menangis.

Akhir-akhir ini ia terlalu sering mengeluarkan air mata. Nampaknya menjalin hubungan bersama Jaehyun membuat sisi lembeknya semakin menjadi-jadi. Tempo lalu kala ia menghabiskan malam dengan sahabatnya juga justru berujung menjadi sesi curhat dan overthinking. Namun Taeyong beruntung, ia masih punya orang-orang yang mau melihatnya lebih dalam, bukan yang hanya menilai dirinya mentah-mentah dari luar.

“Makasih, mba. I feel a lot better now,” pria cantik itu mengembangkan senyum lebar hingga lesung kecil di pipi kanannya tampak. Membuat Irene gemas setengah mati, ia tak heran mengapa bosnya bisa tergila-gila dengan PA-nya sendiri.

“Jangan loyo gitu! Bos jadi ngga fokus daritadi ngeliatin kamu.”

Duh, Taeyong malu.