☁
Sudah beberapa menit terlewati kala hening melanda ruangan vvip di mana Jeno dirawat. Hanya terdengar hembusan air diffuser yang menyemburkan aroma menenangkan, serta sesekali terdengar suara denting notifikasi pesan yang masuk bertubi-tubi.
Jaehyun masih terdiam, enggan membuka obrolan antara ia dan putra kembar sulungnya. Jeno juga enggan menatap sang papi. Lukanya masih terbuka dan basah di beberapa bagian, perkataan Asa mengenai Jeno hanya tergores nampaknya terlalu dilebih-lebihkan.
Taeyong yang jenuh menghadapi ego tinggi keduanya menghempaskan dramatis pisau buah yang sedari tadi ia pakai untuk mengupas apel.
“Mau sampe kapan, ini, diem-dieman?” Pria itu menghela nafas, “bos kan udah janji nggak marah, kenapa anaknya didiemin?” lanjutnya lelah.
Jaehyun hanya menaikkan ujung alisnya heran, kapan ia membuat janji begitu??
“Nungguin yang punya salah ngaku, lah,” Jaehyun dengan gaya menyebalkannya menumpu salah satu kakinya di atas kaki yang lain, bersandar di sofa dengan tatapan mata seakan berkata 'urusan kamu sama saya nanti dulu, Taeyong.'
Taeyong menelan ludah pasrah. Salah dia, sih, pakai bilang begitu ke anak-anak. Hatinya mengumpat sebal tentang pekerjaannya. Merepotkan dan serba salah.
“Jeno kan udah minta maaf, Pi,” suara penuh penyesalan itu datang dari remaja yang kepalanya dibalut perban, entah mendapat jahitan berapa banyak.
Hening menggantung meski perkataan tersebut sudah dilontarkan lima menit yang lalu. Jeno sangat ingin menangis, ia merasa bersalah namun sekaligus merasa tidak adil. Dia 'kan, sakit, kenapa dia pula yang dimarahi?
Pintu ruangan mewah tersebut tiba-tiba terbuka, menampilkan figur saudara kembar Jeno serta adik bungsunya, Asa. Mereka tampak berekspresi biasa saja, padahal Jaehyun tahu kalau semua anak-anaknya gugup, takut-takut ia meledak.
Jaehyun menarik nafas panjang, “ya emang udah minta maaf, tapi boong masalah motornya. Motornya ringsek, 'kan? Kalian paham, ngga, kalo ringsek itu hantamannya seberapa besar?”
Personal assistant cantik yang sedari tadi masih diam melanjutkan kegiatannya memotong buah mendadak merasa tidak seharusnya berada di ruangan ini. Namun dewi batinnya yang kurang ajar berpikir bahwa ia cocok di sini, sebagai calon papa baru bocah-bocah bandel itu.
Ugh, memikirkannya saja membuat Taeyong mual.
“Kalian paham, nggak, Papi marah kaya gini kenapa?” Jaehyun lantas melanjutkan khotbahnya, “Papi ngga sayang uang kok! Uang datang terus tiap hari. Papi ngga sayang motornya! Besok bisa dibeli lagi yang lebih bagus. Papi itu sayang sama kalian. Kalian yang ngga bisa dibeli ataupun diganti, sampe sini ngerti?”
Nafas Jaehyun naik turun setelah mengungkapkan emosinya pada anak-anak, membuat Jeno jadi makin menunduk dan merasa bersalah. Tanpa disadari penyesalan yang begitu besar membuat Jeno menangis tergugu. Ia begitu bodoh untuk menyadari bahwa mereka hanya punya satu sama lain, sudah sepatutnya saling menjaga.
Mendengar saudaranya diomeli habis-habisan oleh sang Papi membuat Eric dan Asa menunduk takut, mereka juga turut merasa bersalah. Bukannya memberi kabar Papi, malah ikut andil berbohong.
Taeyong yang melihat suasana haru biru ini tersentuh, ternyata persekutuan setan-setan ini punya hati yang lembut. Ia yang dasarnya tak tega melihat salah satu dari mereka menangis, lantas mendatangi Jeno di tempat tidurnya. Dipeluknya remaja tanggung yang tangisnya kian mengencang itu.
“Ssshh it's okay, sayang, it's okay. Jeno kan udah menyesal, udah ngga bakal ulangin lagi. Sekarang Jeno harus sembuh, okay? Jangan nangis lagi, Uncle sedih liatnya,” Taeyong berujar sembari menepuk punggung Jeno pelan, serta diusaknya rambut hitam itu sayang.
Jeno masih mendusalkan kepalanya di dada Taeyong, membuat setelan atas milik pria itu sedikit basah. “Uncle?”
“Hm? Jeno butuh sesuatu? Mau sesuatu?”
Jemari lentik milik Taeyong dengan telaten membersihkan jejak-jejak air mata yang menganak sungai di wajah Jeno, menyingkirkan anak-anak rambutnya yang berantakan.
“Thank you. It feels really nice, by the way, dipeluk Uncle feels like I'm going back home. I wanna do it more often, boleh?”
Taeyong jadi salah tingkah sendiri mendengar omongan Jeno, mengabaikan tatapan Jaehyun yang melihat keduanya dengan hati hangat, juga Eric dan Asa yang sepertinya ingin ikut dipeluk.
“'Mkay, sure, sayang. You can hug me every time you want,” ujarnya disertai senyum hangat yang cantik.