Yang selanjutnya, Kim Jonghyun

Kau terlampau suka menulis tentangnya di setiap ocehan lagumu, melupakan melodi milikku yang pilu. Atau memang aku tak terlihat di matamu?

Kulihat dari semua berkas tumpukan lirik tergeletak sembarang, acak tak tersusun namun tak kau biarkan jatuh ke lantai satu lembar pun. Namanya tersirat lebih banyak dibanding ini itu yang kau kagumi dulu.

Ia masih jadi tokoh utama di antara lirik tentang semesta yang kau puja, masih pula menjadi penarik perhatian di sela bintang-bintang yang kau suka.

Jonghyun selalu menjadi yang kau cinta, penuh dan nyata.

Ia yang selalu jadi tempatmu berlabuh, kau bilang ia akan selalu menerimamu utuh.

Mencintaimu memang seperti bercinta dengan konsekuensi, aku yang sinting dan tolol masih menunggumu untuk pulang ke rumah.

Kadang terlampau sulit mencoba untuk tak peduli dan menebar atensi pada apa yang terjadi padamu hari ini atau kemarin. Namun kau tahu, Taeyong, aku masih lebih peduli padamu dibanding bagaimana alveolusku bekerja.

Di suatu malam yang dingin kau meringkuk lesu bersama tumpukan nada di kertas usangmu, menggigil pedih karena merindu.

Ah, aku belum jadi rumahmu.

Aku bukan insan yang bestari perihal rasa, namun aku tahu milikmu murni dan hangat. Tak sepadan dengannya yang hanya ingin mencicipimu sesaat, meninggalkan jejak di sana-sini tanpa dirawat.

Taeyong, kau terlalu berharga hanya untuk seorang keparat. Ia hanya membawamu pada sesat, terbuai terlena berkubang dosa.

Ia bukanlah tempat yang layak untukmu pulang, dindingnya berlubang tak terawat, terlena menjalin rumah baru dengan si pirang.

Kubilang aku mencintai seluruh kerapuhanmu, aroma tubuhmu, bagianmu yang ini dan itu. Maka harus puaskah aku hanya dengan menunggumu pulang?

Harus puaskah aku menunggu jatahku yang tak kunjung datang?

Aku hanyalah pengecut rasa, meniup lukamu kala kau meraung bersama patah hati yang ke sekian kali.

He smells like lemon and candy, Jaehyun. You know how I smell.

Lalu yang kulakukan adalah menghelamu dalam peluk, aku yang takut hatimu akan jadi mati rasa; lantas bagaimana dengan rasaku?